OPINI - Film yang saat ini diputar di bioskop-bioskop Indonesia yang berjudul "The Bee Keeper" membawa kisah yang menarik yang mungkin bisa memberikan kita banyak pelajaran. Film yang berdurasi 105 menit itu yang dibintangi oleh bintang laga Jason Statham, sebagai super hero, mengisahkan seorang "bee keeper" yang tugasnya adalah untuk "membereskan" ketidakadilan di masyarakat, jika sistem di masyarakat itu tidak lagi berfungsi untuk menciptakan kemaslahatan.
Film tersebut mengisahkan seorang presiden Amerika Serikat dan putranya yang memanfaatkan sistem untuk memenangkan pemilu, dengan cara mencuri uang rakyat untuk dana kampanye ibunya.
Tindakan "Bee Keeper" untuk membereskan situasi sering bertindak diluar jalur hukum, sehingga pada saat ia berhadapan dengan petugas hukum, tuduhan yang dilontarkan adalah bahwa tidakannya itu melanggar hukum.
Super hero menutup dialog dengan pernyataan, "untuk apa ada hukum jika tidak mengabdi pada keadilan". Akhirnya tentu si "Bee Keeper" sebagai super hero keluar sebagai pemenang, pelanggar amanah rakyat disingkirkan dan keadilan ditegakkan.
Sungguh aneh bagaimana alur cerita film itu bisa mirip dengan apa yang terjadi di negara kita saat ini. Hukum juga digunakan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang, bukan untuk menciptakan keadilan bagi rakyat banyak. Kasus yang banyak menuai protes adalah digelontorkannya undang-undang cipta kerja. Para buruh dan pegawai turun ke jalan untuk memprotes undang-undang ini.
Undang-undang Cipta Kerja dituduh hanya untuk menguntungkan para pemilik modal. Melalui undang-undang cipta kerja, banyak hak-hak buruh yang sebelumnya ada, dipangkas. Undang-undang cipta kerja salah satu contoh produk hukum yang mengabaikan keadilan untuk mayoritas rakyat, dalam hal ini buruh.
Baca juga:
PKS Trenggalek Tolak Kenaikan BBM Bersubsidi
|
Kasus yang baru-baru ini mencuat tajam kepermukaan adalah kasus keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran sebagai calon wakil presiden. Setiap orang tahu keputusan ini dibuat karena ketua MK adalah paman Gibran sendiri. Keputusan hukum yang dibuat oleh ketua MK jelas bukan untuk menciptakan keadilan, tapi untuk melayani kepentingan penguasa.
Dari kedua kasus itu kita lihat bahwa ada keputusan hukum di Indonesia yang dibuat bukan untuk menciptakan keadilan, tapi untuk mehalalkan kepentingan tertentu, yang belum tentu sejalan dengan kepentingan masyarakat luas.
Mungkin kita juga perlu mempertanyakan, "untuk apa ada hukum, jika tidak mengabdi pada keadilan". Apakah kita perlu " Bee Keeper" untuk membersihkan kebobrokan sistem di negara kita?
Jakarta, 15 Januari 2024
Dr. Rino A. Sa'danoer
Sekjen Badan Pemenangan Anies-Muhaimin