DENPASAR - Sidang Kedua yang menjadi perhatian publik masyarakat Bali, terutama dimana terbaca sebuah keharmonisan yang ada dalam ruang lingkup keharmonisan dan keteraturan miniatur tatanan adat Bali di tengah Kota Denpasar menjadi pertaruhan.
Anak Agung Ngurah Agung Jamiadmika (Gung Big) sosok tinggi besar yang sedang berjuang di Jakarta untuk memperoleh keadilan bagi keluarga besarnya dan bagi pandangan penulis adalah untuk keutuhan keharmonisan tata kelola tanah Bali.
Baca juga:
Seorang Penambang Emas Liar Diamankan Polisi
|
* Kuasa Hukum Anak Agung Ketut Widiana dampingi keluarga besar Jro Kepisah.
Baca juga:
Polsek Jenggawah Amankan Penambang Emas Liar
|
Diskusi ringan warung kopi ini menguak suatu pandangan lain dari perjuangan keluarga besar Jro Kepisah ini. Ada niat keluarga besar yang berjanji untuk tidak membagi-bagi warisannya agar menjadi utuh terkelola, dimana sebagian masyarakat Bali terutama di Kota Metropolitan Denpasar sudah tidak tabu menjual habis tanah warisan mereka demi rupiah.
Itu terlontar dari mulut Gung Big, " Kok 'kene' (Jadi seperti ini), padahal kita satu keluarga besar tidak membagi-bagi tanah itu karena niat kita menjaga keharmonisan seperti masalalu Bali (tata kelola tanah adat Bali), " keluhnya, Rabu (22/02/2023).
Itu tidak salah, karena Bali terutama di Denpasar kalo dilirik hanya keluarga Jero Kepisah ini saja yang tanah garapannya utuh secara luas.
Melihat sidang Praperadilan yang mendatangkan Ahli Hukum Adat Bali Dr. I Ketut Sudantra SH, MH menegaskan apabila secara turun-temurun penguasaan tanah atau lahan dapat dibuktikan sebagai milik leluhurnya maka itu sah.
Demikian pula sebaliknya seseorang atau individu yang tidak memiliki hubungan pasidikaran dan tidak ada hubungan garis keturunan di silsilah keluarga dianggap tidak sah.
Pernyataan itu disampaikan Sudantra saat menjadi saksi ahli sidang praperadilan Penyidik Ditreskrimsus Polda Bali terkait penetapan status tersangka terhadap ahli waris Jero Kepisah AA. Ngurah Oka di PN Denpasar, Rabu (22/2/2023).
Lebih lanjut diterangkan arti dari pasidikaran itu, yang mana kata dasarnya “Sidikara” keluarga berbagi suka dan duka. Jadi, pasidikaran itu adalah hubungan kekeluargaan dengan siapa orang-orang yang diajak berbagi suka-duka dan memiliki sanan dan tegenan (hak dan kewajiban) di keluarga besarnya dan di desa adat. Seperti dikutip dari media barometerbali klik untuk link.
Selain itu mereka juga menghadirkan 2 orang saksi yaitu, Wayan Dora (64) alamat Jl. P. Bungin Denpasar dan Ketut Arka (53) warga Jl. P. Roti Denpasar yang berprofesi sebagai petani penggarap sawah milik Jero Kepisah.
“Kami sudah dari buyut dan kakek menyetor hasil panen padi di Subak Kredung ke Jero Kepisah, bukan ke Jero Gede Suci. Yang menerima hasil panen atau uangnya AA Ngurah Oka atau keluarga lain yang ada di Jero Kepisah, ” tandas Dora.
* Perjuangan keluarga besar Jro Kepisah ke Jakarta mencari keadilan.
Menyimak pendapat kuasa hukum Anak Agung Ketut Widiana yang berangkat ke Jakarta yang mewakili Kantor Law Firm Semarindo ini juga berujar hal yang senada.
" Hal seperti ini harus diperjuangkan bukan hanya sebagai hal yang benar secara hukum, tetapi ada motif dugaan merusak tatanan hukum adat Bali itu sendiri, " sebutnya ringan, Kamis (23/02/2023), disebuah warung kopi di Jakarta.
" Kita memperjuangkan keluarga besar Jro Kepisah juga secara tidak langsung memperjuangkan tatanan adat Bali karena adanya sanan dan tegenan (hak dan kewajiban) bagi orang Bali, " ujarnya. (Ray)