SAMARINDA - Efektivitas dalam pengelolaan atau manajemen organisasi OIKN, tidak bisa kita ukur sekarang karena tidak ada hasil yang bisa diukur. Kalaupun mau mengukur OIKN sekarang maka harus melihat perencanaan mereka, karena suatu organisasi hanya bisa diukur ketika sudah menghasilkan kinerja.
Demikian percikan pemikiran dari akademisi Fakultas Ekonomi Bisnis dan Politik Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), Dr. Rinda Sandayani Karhab., S.Hut., M.Si, di kediamannya di Samarinda, beberapa waktu lalu
"Saya masih belum melihat garis merah dalam rencana pembangunan oleh OIKN, belum melihat blueprint dari OIKN ini. Bahkan kejelasan tugas, target, output dan strateginya setiap jajaran saja masih tidak terlihat sampai sekarang, " kritik Rinda.
Dia juga mempertanyakan terkait pejabat OIKN yang jarang berada di kantornya Balipapan.
“Saya belum melihat ada gerakan yang pasti dari OIKN. Bahkan yang saya dengar, kantornya di balikpapan jarang ada orangnya apakah benar seperti ini? Wilayah kerjanya di Kalimantan tapi ngantornya di Jakarta, apakah sudah secanggih itu teknologi yang dimiliki OIKN sehingga bisa memantau pekerjaan di Kalimantan dari kantornya di Jakarta?”, tegas Rinda.
Lanjutnya, secara logika sederhana setidaknya kalau misalnya peralatan kantor yang tidak ada, jangan dijadikan alasan untuk tidak ngantor disini. Karena banyak hal yang bisa dilakukan terutama bagaimana mereka menginventarisir sumber-sumber ekonomi ataupun potensi-potensi yang bisa menjadi efek timbal balik dari daerah penyangganya.
" Yang saya maksud efek timbal balik adalah hadir IKN kemudian merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah penyangganya, entah di pertanian, perkebunan dan sebagainya. Karena hal yang paling fundamental sekarang adalah bagaimana OIKN ini dapat merangkul masyarakat, minimal orang-orang yang tinggal sekitar daerah IKN termasuk juga daerah penyangga karena jika tidak dirangkul dengan baik, maka akan berpotensi memicu konflik kedepannya." Katanya.
Dasar dari manajemen organisasi OIKN telah diatur dalam Perpres no 62 Tahun 2022. Pembentukan Perpres ini berasal dari Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Kemudian dasar hukumnya pertama dia untuk melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat 7 dan pasal 11 ayat 1 UU no 3 Tahun 2022 tentang IKN.
“OIKN tidak merencanakan pembangunan secara langsung, semua dibawah Bappenas dan PUPR. Meskipun begitu OIKN adalah alat yang akan mengelola IKN setelah kota tersebut jadi. Oleh karenanya sekarang sebaiknya OIKN harus lebih mematangkan apa yang diamanahkan oleh UU dan harus lebih intens berkoordinasi, bukan hanya antar lembaga dan kementrian yang membantu pelaksanaan pembangunan tetapi juga khususnya daerah-daerah penyangga”, tutur Rinda.
Rinda berharap dengan adanya IKN dapat menghilangkan ketimpangan pembangunan yang terjadi baik secara khusus di daerah IKN dan penyangganya, Kalimantan Timur dan Indonesia secara keseluruhan. Kalau misalkan akses itu bagus efeknya pertumbuhan ekonomi yang membaik, biaya operasional jadi murah, daerah terisolir aksesnya terbuka, pemerataan pendidikan lebih baik, wawasan masyarakat juga membaik karena bisa berinteraksi dengan orang luar.
“Sebagai orang yang tumbuh dan besar di Kalimantan Timur, IKN harapannya bisa mewujudkan pemerataan pembangunan. Kemudian pemerataan pembangunan tersebut bisa diwujudkan geraknya melalui OIKN, karena mereka adalah mesin penggeraknya. OIKN ini bisa mengerakkan apa yang telah menjadi amanah UU, bukan cuma ngurusin kotanya yang ada disana, karena tugas besarnya menjadi katalisator pemerataan pembangunan khususnya daerah penyangganya kemudian keseluruh wilayah Indonesia. Yang paling penting daerah penyangannya aja dulu, minimal akses jalannya jadi bagus tidak hancur seperti sekarang”, tutupnya mengakhiri. **