JAKARTA - Jurnalis bukan jabatan, tapi pencatat sejarah melalui publikasi berlini masa.
Jadi kalau ada wartawan yang mengatakan seorang kepala desa atau wali nagari yang menjadi Jurnalis atas apa yang dia kerjakan untuk warga dan masyarakatnya sebagai rangkap jabatan adalah kesalahan besar atau ketidaktahuan tentang apa itu Jurnalis.
Kepala Desa, Wali Nagari, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur, Presiden, atau siapa saja yang mempunyai jabatan publik lainnya adalah wajib bagi dia untuk mempublikasikan apa yang dia lakukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.
Selanjutnya, apabila tulisan atau publikasinya dengan selalu memperhatikan kaidah dan kode etik jurnalistik dengan mengedepankan 5W + 1 H (Why, What, Who, When, Where, dan How), maka hasil karyanya bisa digolongkan sebagai karya jurnalistik atau produk pers.
Baca juga:
Mlienials dan GEN Z Menuju KNPI Buol
|
Perlu diingat bahwa dengan kemajuan teknologi dewasa ini dimana siapa saja bisa melakukan publikasi, maka tidak ada seorang pun yang bisa mengklaim bahwa dia paling wartawan. Kompetensi jurnalistik sangat menentukan apakah dia seorang wartawan benaran, atau cuma semut gatal yang ingin menarik perhatian.
Jurnalis bukan jabatan, tapi keahlian menulis dengan penuh kehati-hatian dengan memperhatikan data, fakta dan tata bahasa. Punya media, punya kartu wartawan, bahkan punya sertifikat UKW sekalipun jika kemampuan menulis "Minus" dengan tata bahasa yang masih berantakan, maka dia tidak bisa dikatakan seorang "Wartawan."
Wartawan juga tidak boleh tendensius, mencari-cari kesalahan, apa lagi diselipi oleh kepentingan pribadi atau modus keuangan. Wartawan menulis sebagai kontrol sosial, bukan anti sosial.
Jurnalis atau Wartawan adalah penulis produktif yang berfungsi sebagai pembawa informasi, pemberi edukasi, dan kritik sosial. Di dalam tulisan pemberitaannya pun juga tidak boleh bercampur opini, kecuali data dan fakta di lapangan.
Jadi kalau ada seorang wartawan yang mengatakan jurnalis berbasis warga (citizen jurnalism) dari para pejabat publik yang memberikan keterbukaan informasi sebagai rangkap jabatan, bisa dikatakan bahwa wartawan tersebut kurang wawasan, dan kurang bacaan, atau dalam bahasa zaman now "Mainnya Kurang Jauh."
Jakarta, 02 Juni 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia (JNI)