PALANGKA RAYA - Saya datang dan ingin melihat langsung ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) rencana pemasangan Hinting Adat oleh Damang Kepala Adat (DKA) Manuhing, Awal Jantriadi, yang akan dilaksanakan Senin 14 Nopember 2022.
Mengetahui persis apa Dasar dan Rujukan hukum pemasangan Hinting Adat itu, mudah mudahan kedua oknum Damang yang katanya paling tahu tentang adat istiadat dan Hukum Adat itu juga ada hadir di TKP besok.
Baca juga:
Api Pengetahuan Bung Karno
|
Kalau hanya mengandalkan bunyi pasal 28 ayat (1) perda 16 tahun 2008 bahwa keputusan damang itu Final dan Mengikat ! Itu tidaklah lengkap, Iya kalau putusan damang itu dijamin benar 100%, dijamin adil 100% serta demikian juga proses pemeriksaan perkaranya sudah standar 100% maka masyarakat adat akan bisa menerima kalau putusan Damang atas suatu perkara adat itu sudah memang benar - benar adil dan sudah sesuai mekanisme yang diatur untuk itu.
Tapi terus terang dalam pengamatan kami akhir - akhir ini sudah sangat banyak putusan oknum - oknum Damang yang justru Kontropersi, yang justru jauh dari keadilan. Ada banyak putusan oknum Damang yang seakan akan serta seenaknya di seluruh wilayah hukum adat di Kalimantan Tengah, ini termasuk juga pelaksanaan Eksekusinya.
Saya tidak bermaksud melemahkan Adat, tapi apabila oknum - oknum Damang kita selalu berbuat sesuka hatinya tanpa memperhatikan pedoman yang dibuat, maka hal yang demikian harus masyarakat Kritisi, jangam sampai adat kita Dayak yang dianggap Mulia dinodai sendiri oleh kelakuan oknum-oknum yang seharusnya bertugas menjaganya.
Kita masyarakat sudah jenuh mendengar ada istilah adat istiadat bisa dijual?. Dan pusaran tempat Adat istiadat itu bertumbuh kembang sebetulnya ada dilingkaran orang - orang yang dipercaya mengurus adat itu sendiri. Jadi kalau di pusatnya adat kita itu sudah ada kekeliruan maka semuanya akan rusak, makanya untuk kali ini dalam momen perkara terkait PT Berkala Maju Bersama (PT BMB) ini saya ikut bicara!.
Baca juga:
Standar Profesionalisme Wartawan
|
Sebenarnya saya tidak ada hubungan dengan arena perang orang lain, saya juga tidak mau ikut main di ring pertarungan orang lain, tapi saya terpaksa harus ikut ambil bagian apabila terkait proses penerapan hukum Adatnya, meskipun dalam artian tidak terkait dengan pusaran masalah induk perkaranya, ya bisa dikatakan ikut dalam dirembesanya saja serta menurut saya sangat sering terjadi bahwa kita masyarakat Adat ini terjebak oleh bunyi pasal 28 ayat ( 1) bagian ahir perda 16 tahun 2008 yang menyebut "Keputusan kerapatan Mantir/let perdamaian adat di tingkat Kecamatan adalah FINAL dan MENGIKAT para pihak" hal itu terjadi karena kita masyarakat Adat sering tidak memperhatikan bunyi keseluruhan dari pasal itu yang sebenarnya merupakan satu kesatuan dan tidak boleh dipisahkan.
Dimana bunyi lengkap pasal 28 ayat (1) perda 16 tahun 2008 itu begini "Segala perselisihan, sengketa dan pelanggaran hukum Adat YANG TELAH DIDAMAIKAN DIBERI SANGSI ADAT melalui keputusan kerapatan Mantir/Let perdamaian adat tingkat kecamatan, adalah bersipat Final dan mengikat" maka syarat dari istilah final dan mengikat disini sebetulnya haruslah ada semacam kesepakatan penyelesai terlebih dahulu dari antara kedua pihak yang bertikai, makanya ada kalimat " YANG TELAH DIDAMAIKAN dan DIBERI SANKSI ADAT".
Baca juga:
MUDA ADALAH KEKUATAN
|
Coba kita perhatikan secara seksama bunyi dari penjelasan pasal 28 ayat (1) ini yang berbunyi "Segala sengketa yang telah diputuskan oleh Damang kepala Adat melalui kerapatan mantir perdamaian adat tingkat Kecamatan adalah bersipat Final dan Mengikat para pihak, namun apabila para pihak sepakat berkehendak untuk mencari keadilan melalui peradilan umum atau hukum Nasional (undang - undang) , maka itu menjadi hak para pihak, tetapi keputusan peradilan Adat yang telah diambil dapat menjadi bahan pertimbangan Hakim.
Terus terang selama ini saya sering sekali melihat terkait putusan Damang selalu dianggap seakan sakral, karena ada istilah final dan mengikat itu!. Iya kalau putusan dan mekanisme proses menuju putusan itu pasti benar dan adil?, tapi kalauu ternyata putusan itu tidak berkeadilan maka Terzolimilah orang yang berperkara khusus pihak yang dikalahkan.
Maka untuk kepentingan keadilan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan itulah maka dibuat pasal 31 ayat (2) perda 16 tahun 2008 itu yang berbunyi demikian "Dalam menyelesaikan perkara dipengadilan, Damang Kepala Adat dapat dijadikan saksi ahli dalam perkara - perkara dimaksud, sepanjang perkara tersebut telah diputuskan oleh kerapatan mantir/let perdamaian Adat yang bersangkutan".
Jadi dengan melihat maksud pasal 31 ini dan dikaitkan juga dengan pasal 28 ayat (1) dan penjelasan pasal 28 itu, maka dapat dipastikan ada dan boleh suatu perkara Adat itu diteruskan kepengadilan, jadi maksud dari istilah FINAL DAN MENGIKAT itu boleh diberlakukan dengan syarat TELAH DIDAMAIKAN terlebih dahulu, dan konsekwensi dari perdamaian tadi salah satu pihak yang dianggap bersalah diberi sanksi dan sanksi itu diterima oleh yang bersangkutan.
Jadi jelas kalau tidak ada kesepakatan dari pihak - pihak yang berperkara dalam artian BERDAMAI atau DAN DIDAMAIKAN, meski salah satu pihak diberi sanksi dan yang bersangkutan tidak menerima putusan itu, maka istilah final dan mengikat para pihak itu jelas tidak berlaku dan jalan keluar untuk penyelesaian ahir dari suatu perkara yang demikian dilanjutkan ke pengadilan umum.
Makanya saya sangat tidak setuju dengan pola penerapan hukum adat seperti yang akan dilakukan oleh oknum Damang Manuhing itu, setelah perkara diputuskan olehnya tiba - tiba akan memasang hinting di areal perusahaan, padahal seharusnya beliau mengacu kepada apa yang dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dengan penjelasanya itu, atau dengan tatacara lain yang elegan.
Penulis : EP Romong
Pekerjaan : Ketua Biro Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan DAD Provinsi Kalimantan Tengah.